MENDIDIK DENGAN CINTA ITU ASYIK

Oleh Aef Saefuloh, S.Pd., M.Pd.I

Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat mendesak bagi semua kalangan baik formal,informal mapun nonformal. Pendidikan menjadi faktor terpenting dan mempunyai tujuan mulia yaitu agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sudah seharusnya pendidikan ditempatkan dalam barisan terdepan dalam membangun suatu peradaban. Tapi, kerap terlupakan bahwa dalam membangun iklim Pendidikan yang mampu melahirkan generasi-generasi demikian membutuhkan guru yang profesional.

Yang Maha Kuasa telah menciptakan manusia dengan penuh kesempurnaan dan sebaik-baiknya, sebagaimana firmanNya dalam Q.S At Tin/95:4: لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ Tafsir Quran Surat At-Tin Ayat 4. Sungguh Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik ciptaan dan seindah-indahnya rupa. Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) 1-6. Allah bersumpah dengan tin dan zaitun,keduanya termasuk buah buahan yang masyhur, Allah bersumpah Juga dengan gunung Thursina (Sinai) yang disana Allah berbicara kepada Musa alaihi salam secara langsung, Allah bersumpah Juga dengan negeri yang aman dari segala ketakutan (yaitu Makkah) tempat turunnya wahyu. Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik, kemudian Kami mengembalikannya ke neraka bila dia tidak patuh kepada Allah dan tidak mengikuti para rasul. Akan tetapi orang-orang yang beriman dan beramal shalih, mereka mendapatkan pahala besar yang tidak terputus dan tidak dikurangi.

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya) Allah menciptakannya dengan tubuh yang tegak, sehingga dapat memakan makanannnya dengan tangan; dan Allah menciptakannya dengan kemampuan memahami, berbicara, mengatur, dan berbuat bijak, sehingga memungkinkannya menjadi khalifah di muka bumi sebagaimana yang Allah kehendaki.

Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah Siapapun yang dapat mentadabburi firman Allah : { لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ } dia tidak akan berani untuk menghinakan manusia ciptaan Allah, dan tidak pula ia akan menghinakan setiap makhluk ciptaan Allah yang dipuji oleh-Nya.

Apa yang terjadi di lapangan mungkin karena keterbatasan ilmu yang didapat atau pengetahuan yang terbatas akhirnya mengatakan Tuhan ini tidak adil dengan gampangnya dia mengucapkan, padahal semua yang diciptakan olehNya tidak asal-asalan dan sia-sia.

Berarti siapapun orangnya baik orang tua maupun pengajar sekaligus pendidik bukan hanya transfer ilmu saja, melainkan ada tambahan lebih dalam tugas yaitu menyisipkan cinta dan menghadirkan di dalamnya dengan tujuan mempola keinginannya untuk menjadi berpengetahuan dan bertingkah laku yang baik (akhlakul karimah).

Mendidik dengan cinta, bermaksud untuk tidak mengklasifikasikan dalam mendidik anak baik di rumah maupun di sekolah atau tepatnya non formal maupun formal, melainkan akan menghadirkan yang spesial baik peserta didik yang berkebutuhan khusus ataupun tidak.

Pada dasarnya hak untuk mendapatkan pendidikan itu sama tidak ada perbedaan, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”, dengan demikian tidak ada alasan untuk lembaga pendidikan baik formal maupun informal untuk tidak melayani pendidikan kepada mereka.

Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat (1) yang menegaskan “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Undang-undang inilah yang menjadi bukti kuat hadirnya pendidikan inklusi ditengah masyarakat.

Peraturan lain yang mendukung untuk keberlangsungan Pendidikan, antara lain :

  1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus;
  2. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
  3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 72 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus; dan
  4. Peraturan Menteri Peraturan Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

Pendidikan menjadi tanggungjawab dan kajian bersama, serta pemahaman umum bahwa pendidikan menjadi faktor terpenting dalam membangun kepribadian manusia. Di samping itu, dengan pendidikan pula sasaran yang ingin dicapai oleh sebuah peradaban akan bisa direalisasikan. Apalagi jika kita mengaca kepada dinamika yang berkembang dewasa ini, ketika semakin besar kerusakan datang menyapa, pendidikan menjadi komoditi utama. Pendidikan seakan menjadi sumber primer dan bahkan sebagai makanan pokok. Dalam perkembangan seperti sekarang ini, pendidikan mendapatkan perhatian yang besar. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri, jika pendidikan yang berkembang saat ini juga kerap menanggalkan dan meninggalkan para anak didik dalam kubangan pesimisme. Oleh karena itu, tidak jarang pula kita menyaksikan banyak anak didik yang merasa kesepian di tengah keramaian dan perkembangan zaman seperti yang terjadi sekarang ini.

Agenda pembangunan pendidikan suatu bangsa tidak akan pernah berhenti dan selesai. Ibarat patah tumbuh hilang berganti, selesai memecahkan suatu masalah, muncul masalah lain yang kadang tidak kalah rumitnya. Begitu pula hasil dari sebuah strategi pemecahan masalah pendidikan yang ada, tidak jarang justru mengundang masalah baru yang jauh lebih rumit dari masalah awal. Itulah sebabnya pembangunan bidang pendidikan tidak akan pernah ada batasnya. Selama manusia ada persoalan pendidikan tidak akan pernah hilang dari wacana suatu bangsa. Oleh karena itu, agenda pembangunan sektor pendidikan selalu ada dan berkembang sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat suatu bangsa.

Dalam upaya mewujudkan agenda tersebut maka dibutuhkan adanya kelancaran terhadap aspek-aspek pendukung lancarnya proses pembelajaran. Adapun salah satu aspek pendukung lancarnya proses pembelajaran adalah aspek pemenuhan kebutuhan psikologis (aktualisasi diri) yaitu kebutuhan akan cinta, pendekatan psikologis yaitu mengajak dan mengarahkan manusia untuk berpikir induktif dan deduktif. Guru sebagai faktor utama dalam pendidikan kurang memahami kebutuhan peserta didik akan kasih sayang. Guru seolah-olah tidak peduli dengan aspek psikologis siswa ketika mengajar sehingga timbul kesenjangan hubungan antara guru dan murid yang mengakibatkan terjadinya rasa bosan dan jenuh ketika guru mengajar. Guru juga dianggap sebagai monster yang menakutkan, siswa merasa takut ketika guru mulai membuka pelajaran.

Spiritualitas istilah yang sering didengar dan sirna dari permukaan, kata tersebut padahal sejuta makna yang dapat melahirkan cinta. Jangan seolah cinta selalu berakhir dengan penyesalan. Karena tugas cinta untuk manusia ialah menjaga keteraturan sebuah interaksi manusia dan dunia, hanya saja yang seringkali kita temukan, adalah manusia yang menempatkan cinta dengan salah. Karena tanda kehidupan modern, salah satunya kehilangan kekuatan spiritualitas (iman). Di sinilah perlu penguatan peran agama, pendidikan, keluarga, pemerintah, serta seluruh kelompok masyarakat saling merangkul sebagai tanda kekuatan bangsa kita, yang akan menguatkan akar-akar pondasi sistem budaya sehat dan menyehatkan yaitu sehat berfikir, sehat berdzikir dan sehat dalam beramal yang akhirnya dapat berfungsi menyehatkan segalanya dalam kehidupan yang walaupun sifatnya fana.

Generasi muda merupakan generasi emas yang akan menentukan keberlangsungan hidup bangsa beberapa tahun kedepan, sehingga generasi ini jangan sampai terjerumus bahkan sampai terjerembap kepada jurang yang berbahaya yang tidak diinginkan, sehingga kehadiran cinta pada generasi tersebut seolah tidak nampak dan tanpa daya, padahal dinantikan.

Berbuat baik kepada orang yang biasa berbuat baik kepada kita, bukanlah perbuatan yang luar biasa, melainkan perbuatan biasa saja, yang akan menjadi luar biasa bila kita berbuat baik kepada orang yang telah berbuat jahat kepada kita, hal ini selaras dengan perkataan Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Ja’far Qadi Ar-Ray, telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far Ar-Razi, dari Al-Mugirah, dari Asy-Sya’bi yang mengatakan bahwa Isa putra Maryam pernah berkata, “Sesungguhnya kebaikan yang hakiki ialah bila kamu berbuat baik terhadap orang yang berbuat jahat terhadap dirimu, dan bukanlah kebaikan yang hakiki itu bila kamu berbuat baik kepada orang yang telah berbuat baik kepadamu.” Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui“.

Kebaikan dan cinta pun akan muncul dengan sendirinya alias reflek dalam kehidupan, Kita tidak sendiri, menikmati hidup di negara yang majemuk oleh keragaman, juga persoalan. Peserta didik yang “nakal” salah satunya, dia adalah bagian dari manusia juga yang mengenal cinta pada tiap pencarian identitas dirinya. Sayangnya, banyak orang mendefinisikan mengenai cinta, merasai, menikmati, menghayati, hingga yang dicapai bukanlah cinta yang sejati atau yang membenarkan. Tapi terlalu basah, hingga jika terkilir sedikit saja cinta dapat merubah madu menjadi bisa.

Upaya untuk meluruskan cinta dalam mendidik itu, penulis mencoba menawarkan alternatif untuk mempertahankan madu tersebut melakukan tindakan preventif, yang diharapkan menjadi penawar sebelum bisa menjalar luas di kemudian hari.

Budaya Riset Berkarakter SMA Al Muttaqin

Oleh Drs. Jenal Alpurkon, M.Pd.

SMA Al Muttaqin merupakan sekolah yang menggabungkan konsep fullday school dan berasrama sehingga  memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan sekolah pada umumnya.

Peserta didik yang memilih program fullday adalah yang berasal dari dalam kota, sedangkan yang memilih program asrama pada umumnya berasal dari luar kota, seperti dari Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sumatera Selatan.

Dua program sekolah tersebut memunculkan dinamisasi tersendiri dalam mewujudkan penegakkan disiplin peserta didik atau peningkatan karakter akhlakul karimah.

Bagi peserta didik yang tinggal di asrama, pola budaya pesantren bisa diterapkan. Aktivitas rutin terpadu dari mulai bangun tidur, bersekolah, belajar muatan keagamaan, hingga tidur. Berbagai  program tersebut terkondisikan dalam kurikulum pesantren. Sementara itu, bagi yang tidak di asrama, pola pembiasaan akhlakul karimah hanya bisa diterapkan pada jam selama KBM.

Ada dua kondisi yang menyertai dari dua pilihan program sekolah tersebut. Bagi yang berasrama atau pesantren, peserta didik sering merasa jenuh. Sebabnya, lingkungan yang terbatas menjadi permasalahan sehingga peserta didik bolos tidak KBM.

Selain itu, beban yang dirasa berat atas ketercapaian target program asrama. Hal ini  tidak jarang membuat peserta didi kabur, melakukan tindakan-tindakan yang negatif, atau kegiatan lainnya yang jauh dari harapan atau tujuan sekolah. Ssementara itu, untuk peserta didik fullday, pola interaksi dengan dunia luar yang dominan dibawa ke sekolah. Sejumlah peserta didik merasa jenuh dengan system fullday.

Sejak 2011 penulis telah tiga periode menjabat sebagai kepala sekolah. Penulis memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjadikan SMA Al Muttaqin menjadi sekolah yang berkualitas. Sekolah yang berkualitas dicirikan dengan peserta didiknya yang berkarakter akhlak mulia dan lulusannya banyak yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.

Untuk itu, penulis telah mencanangkan salah satu ikon unggulan, yakni sekolah riset. Hal ini sesuai dengan cita visi dan misi sekolah. SMA Al Muttaqin, yakni menjadi sekolah unggul dan terdepan di Jawa Barat dalam akhlak mulia dan  menjadi outcome perguruan tinggi unggulan,

Guna mencapai hal tersebut tidaklah mudah. Apalagi, tantangan era teknologi informasi (Revolusi Industri 4.0) yang menuntut peserta didik memiliki kompetensi di berbagai bidang (Society 5.0). Berbagai  strategi atau langkah-langkah yang cocok dengan kondisi dan keadaan para peserta didik perlu disiapkan. Penulis berpandangan bahwa peserta didik adalah komponen utama sekolah yang harus dikembangkan dan diperjuangkan. (3/11)

Model Soal Asesmen

Oleh Nizar Machyuzaar

AMQ Lovers, Pemerintah, melalui Kemdikbud, akan melakukan evaluasi atas penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Ada pergeseran sudut pandang evaluasi yang dilakukan Kemdikbud, yaitu dari tes evaluatif seperti pada penyelenggaraan Ujian Nasional atau UN (menguji apa yang telah dipelajari) ke tes prediktif seperti yang akan diselenggarakan pada Asesmen Nasional (AN) pada bulan Maret 2021 nanti (menguji apa yang akan dipelajari).

Meski diniatkan sebagai survei atas penyelenggaraan pendidikan, hasil AN menjadi bahan evaluasi Kemdikbud dalam menentukan konsep pendidikan ke depan. Selain itu, hasil AN, yang juga mengikutsertakan guru dan kepala sekolah, dapat menjadi umpan balik bagi setiap satuan pendidikan (sekolah) untuk menilai ketercapaian visi dan misi sekolah dan mengambil kebijakan strategis dalam pelaksanaan pembelajaran. Yang menarik, hasil AN juga dapat menjadi data graduatif dan kualitatif atas klasifikasi sekolah.

Selain itu, AMQ Lovers, dari segi materi uji, sebagai contoh di tingkat SMA/SMK, tes evaluatif UN berdasar pada kompetensi mata ajar yang mendasari rumpun keilmuan yang diminati peserta didik, yakni peminatan Matematika dan Ilmu Alam, peminatan Ilmu sosial, dan  peminatan Bahasa dan Budaya. Sementara itu, untuk AN, materi uji menyertakan dua materi yang tidak berdasar pada materi ajar atau kurikulum dalam peminatan  rumpun keilmuan peserta didik. AN menyertakan materi uji yang mendasari semua mata ajar yang diselenggarakan di sekolah, yaitu kemampuan memahami teks (literasi dasar baca-tulis) dan kemampuan memahami operasi hitung dasar angka (literasi menghitung atau numerasi). Berikut adalah bagan konsep AN.

Sumber https://pusmenjar.kemdikbud.go.id

Literasi dan numerasi ini menjadi kecakapan dasar siswa yang harus dikuasai sehingga peserta didik dapat memahami dengan cepat dan tepat, bahkan dapat menemukan sisi aplikatif dan solutif atas apa pun keilmuan yang dipelajari. Atas dasar ini, pemerintah membuat istilah Asesmen Kompetensi Minimum yang menyasar siswa kelas V SD, VIII SMP, dan IX SMA/SMK.

Dalam laman https://pusmenjar.kemdikbud.go.id AKM dijelaskan sebagai berikut, “Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) merupakan penilaian kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua murid untuk mampu mengembangkan kapasitas diri dan berpartisipasi positif pada masyarakat. Terdapat dua kompetensi mendasar yang diukur AKM, yaitu literasi membaca dan literasi matematika (numerasi). Baik pada literasi membaca maupun numerasi, kompetensi yang dinilai mencakup keterampilan berpikir logis-sistematis, keterampilan bernalar menggunakan konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari, serta keterampilan memilah serta mengolah informasi. AKM menyajikan masalah-masalah dengan beragam konteks yang diharapkan mampu diselesaikan oleh murid menggunakan kompetensi literasi membaca dan numerasi yang dimilikinya.”

Harapannya, ketika mereka naik ke tingkat terakhir, sekolah dapat membuat strategi pembelajaran yang dibutuhkan peserta didik setelah mempelajari pemetaan hasil AKM. Selanjutnya, dalam laman tersebut dinyatakan tujuan AKM sebagai berikut, “AKM dimaksudkan untuk mengukur kompetensi secara mendalam, tidak sekedar penguasaan konten. Literasi membaca didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks tertulis untuk mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia serta untuk dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat. Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan untuk individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia.”

Selain itu, dalam laman tersebut dipaparkan juga komponen materi uji AKM yang meliputi tiga materi uji, yakni (1) literasi membaca teks informasi, (2) literasi membaca teks fiksi, dan (3) literasi menghitung atau numerasi. Secara rinci ketiga komponen tersebut dipaparkan dalam tabel berikut ini.

Nah, AMQ Lovers, Kita harus mempersiapkan diri untuk menghadapi AKM yang direncanakan pelaksanaannya pada bulan Maret 2021. Semua stakeholder di satuan pendidikan, yakni sekolah mulai dari SD, SMP, SMA/SMK akan menjawab soal-soal AKM sebagai program survei Kemdikbud untuk evaluasi pelaksanaan pembelajaran di Indonesia. (NZ)