CINTA KARENA ALLAH

Cinta karena Allah adalah prioritas di atas segalanya

Oleh Aep Saefulloh, S.Pd., M.Pd.I

Islam merupakan agama paripurna yang mecakup seluruh aspek kehidupan, baik Hablum Minalloh maupun Hablum Minannas. Hablum Minalloh merupakan tali, hubungan ataupun perjanjian dari Allah swt. untuk hamba-Nya dalam hal ritual ibadah, sekaligus bentuk penghambaan yang dibuktikan dengan melaksnakan perintah dan menghambakan diri kepada Allah swt. Hablum Minannas tali, hubungan atau perjanjian dari manusia pada hubungan antar sesamanya dalam interaksi sosial dan berbaur dengan masyarakat.

Tali ikatan yang baik dengan Allah akan melahirkan kesalehan individu yang berkualitas tinggi begitupun tali ikatan dengan manusia akan melahirkan kesalehan sosial. Kedua ikatan atau hubungan tersebut harus terjalin dengan baik dengan penuh cinta dan kasih sayang, tentunya ada skala prioritas dalam pelaksanaanya.

Cinta karena Allah merupakan prioritas yang harus didahulukan dari segalanya karena ini merupakan penyerahan total kepada Ilahi dengan tujuan mengharap ridha Allah swt. semata dan juga berharap kuat supaya dapat merasakan halawatul iman -kelezatan dan manisnya iman. Rasulullah saw. telah berjanji kepada siapa saja yang mampu melaksanakan tiga perkara, ia pasti akan mereguk serta merasai lezatnya iman yang dikuatkan dengan kualitas dan kuantitas beramal, sebagaimana sabdanya :

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكِ ـ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ـ قَالَ : قَالَ النَّبِيُّ ـ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ـ: ” لَا يَجِدُ أَحَدٌ حَلَاوَةَ اْلإِيْمَانِ ، حَتَّى يُحِبَّ الْمَرْءُ لَا ِيُحِبُّهُ إِلَّا لِلّهِ ، وَحَتَّى أَنْ يَقْذِفَ فِي النَّارِ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللهُ ، وَحَتَّى يَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ” . رواه البخاري .

(Dari Anas bin Malik ra berkata: Nabi Muhammad saw bersabda: “Seseorang tidak akan pernah mendapatkan manisnya iman sehingga ia mencintai seseorang, tidak mencintainya kecuali karena Allah; sehingga ia dilemparkan ke dalam api lebih ia sukai daripada kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan darinya; dan sehingga Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selainnya.” Imam Al Bukhari.)

Wah! Sungguh berat ternyata demi merasakan kelezatan dan manisnya iman, ada skala prioritas yang harus dijalani meski terasa pahit dan penuh tantangan juga berat konsekuensinya, yaitu:
1. mencintai seseorang, tidak mencintainya kecuali karena Allah;
2. siap dilemparkan ke dalam api lebih ia sukai daripada kembali kepada kekufuran setelah Allah selamatkan darinya;
3. Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selainnya
Pertama, Mencintai makhluk ciptaan Allah swt. merupakan naluri manusia yang wajar dan tidak bisa dibendung begitu saja, asalkan mencintainya tidak melebihi Sang Khaliq ini merupakan syarat mendapatkan kelezatan dan manisnya iman.
Kedua, kisah mengharukan demi keimanan. Hasil dari mendidik dengan cinta dan penuh keyakinan kepada Allah swt. terbukti di sebuah keluarga Siti Masitoh, meski dalam pendidikan non formal tapi sangat membekas dalam kehidupan mereka, meski harus meninggal dunia dalam siksaan dan lumuran darah.
Hazaqil merupakan suami dari Siti Masyitoh, beliau adalah sosok suami yang tangguh, kepercayaannya Firaun dan pembuat peti (ketika Nabi Musa a.s balita), keluarga ini adalah keluarga sederhana, didikannya bagus dan tahan uji sekalipun nyawa taruhannya tidak gentar asalkan tetap beriman kepada Allah swt.
Berikut kisah inspirasi buat keimanan kita yang mengharukan dari seorang sosok wanita yang siap mempertahankan bentuk penghambaannya kepada Allah di atas segalanya dan siap menghadapi apapun konsekuensinya. Konsekuensi seseorang yang ingin merasakan lezatnya iman siap menghadapinya sekalipun harus dilemparkan ke dalam api lebih ia sukai daripada harus kembali kepada kekufuran tentunya konsekuensi ini tidak sembarangan diucapkan dan dilaksanakan tanpa keimanan yang kuat di dalam hatinya, kisah mulia ini tentunya kisah yang dialami oleh Siti Masyitoh seorang ibu yang shalihah yang banyak orang menyebutnya ibu “tukang sisir” kuat imannya teguh pendiriannya yang siap berkorban demi mempertahankan keimanannya, berikut kisahnya:

Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas ra, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Pada malam aku di Isra’kan, aku mencium aroma yang sangat harum, maka aku pun bertanya, “Wahai Jibril, aroma wangi apakah ini?’ Jibril menjawab, ‘Ini adalah aroma wanginya Masyithah (tukang sisirnya) putri Fir’aun dan anak-anaknya.’ Aku pun bertanya lagi, ‘Ada apa dengannya?’ Jibril menjawab: ‘Suatu hari, ketika dia sedang menyisir rambutnya putri Fir’aun, tiba-tiba sisirnya terjatuh dari tangannya, Kemudian dia mengucapkan: ‘Bismillah.’ Maka putri Fir’aun bertanya kepadanya: ‘Apakah yang kamu maksud itu adalah ayahku?’ Dia menjawab: ‘Tidak, akan tetapi Tuhanku dan Tuhan ayahmu adalah Allah.’ Putri Fir’aun berkata: ‘Aku akan memberitahukan hal ini kepadanya.’ Masyithah menjawab: ‘Silahkan.’ Maka putri Fir’aun memberitahukan hal tersebut kepada ayahnya.
Lalu Fir’aun pun memanggil tukang sisirnya seraya berkata: ‘Wahai Fulanah, apa benar engkau memiliki Tuhan selain diriku?’ Dia menjawab: ‘Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.’ Maka Fir’aun memerintahkan untuk diambilkan bejana besar yang berbentuk patung sapi yang terbuat dari tembaga, lalu bejana itu dibakar, kemudian Fir’aun memerintahkan agar tukang sisir beserta anak-anaknya dilemparkan ke dalamnya.
Tukang sisir itu berkata: ‘Aku punya satu permintaan kepadamu.’ Fir’aun berkata: ‘Apa permintaanmu?’ Dia menjawab: ‘Aku meminta agar engkau mengumpulkan tulang-tulangku dan tulang anak-anakku di dalam satu kain lalu menguburkannya.’ Fir’aun berkata: ‘Itu hakmu atas kami.’
Lalu Fir’aun memerintahkan (kepada para pengawalnya) untuk melemparkan anak-anaknya, maka mereka pun dilemparkan di hadapannya satu persatu, sampai tibalah giliran putranya yang masih menyusu, dan sepertinya dia sangat terpukul karena anaknya tersebut, tapi anak tersebut berkata: ‘Wahai Ibu, masuklah ke dalam api, sesungguhnya azab dunia lebih ringan daripada azab akhirat.’ Maka  dia pun menceburkan dirinya sendiri ke dalam api’.”
Ketiga Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selainnya, inilah syarat terakhir untuk mendapatkan kelezatan dan manisnya iman, dua di atas sudah memberikan gambaran penting dalam kehidupan secara nyata di dunia, sekarang yang ketiga ini memerlukan keimanan yang kuat dan hati yang lembut, karena harus mempertaruhkan keyakinan dan membuktikannya bagaimana mencintai Allah dan Rasul-Nya yang secara kasatmata tidak terlihat alias abstrak, ini pun tidaklah mudah untuk meyakini dan mencintai Allah swt. dan Rasul-Nya.
Pembuktian iman, cinta kepada Allah dan Rasul-Nya diperkuat dengan ihsan.
Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, maka jika engkau tidak terbukti melihat-Nya, maka sesungguh-Nya Dia melihatmu.
Kelezatan dan manisnya iman akan terasa bila ketiga tersebut dipadukan dengan cantik dalam satu kesatuan yang utuh. Bagaimana cinta karena Allah swt. dan hubungannya dengan mendidik, tentunya sangat erat sekali, kita runut dari penjelasan di atas yang pertama adalah cinta kepada makhluk Allah, bukankah keluarga dan peserta didik itu makhluk Allah ? oh jelas keluarga dan peserta didik adalah makhluk Allah, berarti dia harus diperlakukan dengan baik, penuh cinta dan kasih sayang, karena mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak tentunya dalam batas kewajaran tidak melebihi Sang Maha Pencipta dalam cinta dan kasih sayangnya, urutan kedua mempertahankan keimanan dan ketiga cinta Allah dan Rasul-Nya sehingga jelas bingkainya dalam mendidik, inilah hubungan terpenting cinta kepada Allah dan Rasulnya dalam mendidik.
Selanjutnya bahasan yang akan memperkuat yaitu kecintaan yang paling agung dan mulia di dalam kehidupan kita ini adalah kecintaan kita kepada Allah swt. Dimana jika seorang hamba mencintai Allah swt., maka konsekuensi akan muncul yaitu harus siap menjalankan perintah-Nya dan menjauhi bahkan membuangnya jauh-jauh tentang hal yang dilarang oleh yang dicintainya tersebut. Cinta kepada Allah juga mengharuskan membenci segala sesuatu yang dibenci oleh Allah swt.