Siapa yang Mencintai Sesuatu Pastilah Ia Banyak Menyebutnya

Oleh Aep Saefulloh, S. Pd. M. Pd. I.
Kelas cinta dihadirkan untuk menjadi penyeimbang sekaligus rujukan hidup di posisi manakah kita berada.
Cinta yang seakan segalanya dalam kehidupan ini, seolah orang tidak berdaya sama sekali bila tanpa cinta, padahal cinta itu bukan makanan secara fisik yang akan memperkuat kehidupan.

Cinta dalam kata mutiara Arab pun diabadikan yaitu : مَنْ أَحَبَّ شَيْأً أَكْثَرُ ذِكْرِهِ “Siapa yang mencintai sesuatu pastilah ia banyak menyebutnya”. Ternyata cinta akan membuat siapa saja yang mengaguminya pasti akan banyak disebut dan siapa yang merasakannya rela berbuat apa pun demi yang dicintai.

Orang yang mencintai kedua orang tua akan berbuat semampunya untuk membahagiakan keduanya. Orang yang mencintai kekasihnya rela berkorban demi sang kekasih apapun yang harus dilakukan. Orang yang mencintai pekerjaannya akan bekerja siang malam tak peduli keras keringat banting tulang.

Al Qur’an memberikan informasi kepada seluruh penganutnya bahwa sudah menjadi fitrah manusia memiliki rasa cinta. Firman Allah swt. dalam surat Ali ‘Imran ayat 14 :

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ

Tidaklah salah jika manusia meluapkan rasa cintanya dalam kehidupan, asalkan tepat pada tempatnya dan tahu kelas atau tingkatan dari cinta itu sendiri.

Literatur tentang kelas atau tingkatan cinta itu sangatlah banyak seperti Ibnu Qayim Al Jauziyah, dia membagi sampai 6 tingkatan mulai dari teratas sampai terendah yaitu, Tatayyum (Penghambaan), ‘Isyk (kemesraan), Syauq (kerinduan), Shababah (empati), ‘Athf (simpati), dan Aqalah (pola pikir/cinta biasa terhadap sesuatu).

Pada kesempatan ini, kelas cinta hanya dua saja yang akan dibahas sebagai simpulan dari beberapa kelas atau tingkatan yang telah dijelaskan, dua kelas cinta ini bukan kelas A dan B, MIPA dan IPS, melainkan tingkatan cinta yang harus sama-sama dipahami, dua yang dimaksud adalah cinta kepada makhluk dan cinta kepada Khaliq.

Cinta Kepada Makhluk
Cinta kepada makhluk merupakan fitrah manusia yang Allah swt. anugerahkan kepada manusia, seperti dijelaskan pada ayat di atas, antara lain wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.

Jika mencintai itu semua tentunya tidak mengapa, asal tidak dengan berlebihan karena itu semua sifatnya kesenangan dunia dan akan punah, rusak alias fana (tidak abadi). Begitupun dalam kehidupan sehari-hari, Hablum Minannas atau interaksi sosial harus dilakukan tapi dalam batas kewajaran, yang pokok intinya cinta kepada makhluk biasa saja.

Firman Allah Ta’ala mengingatkan dalam surat At Taubah ayat 24 :

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Interaksi sosial mutlak dibutuhkan, Ketika wajar dilakukan, jangan sampai berlebihan sehingga Sang Khaliq murka dan membuktikan keputusan-Nya secara nyata dan sangat naif ketika sudah berada pada predikat fasik.
Cinta kepada Sang Khaliq
Pada kelas cinta yang kedua ini, bukan berarti menempatkan cinta kepada Sang Khaliq ini dinomor duakan, akan tetapi mengurutkan cinta, cinta kepada makhluk itu biasa sedangkan cinta kepada Sang Khaliq harus luar biasa.

Cinta kepada Sang Khaliq yaitu tingkatan tertinggi dalam mencintai, dan hanya hak Allah semata. Tiada lain yang berhak kita cintai pada tingkatan ini, kecuali Allah swt.

Orang yang memiliki cinta ini akan merasa sesungguhnya dirinya adalah secara total milik Allah swt. Firman Allah mengingatkan dalam surat Al Baqarah ayat 284 yang artinya: Totalitas dalam penghambaan dan ikhlas lillahi ta’ala dalam segala hal, dirinya tidak memiliki apapun atas dirinya sendiri, semua yang lahir maupun batin adalah milik sang kekasih, Allah swt. Cinta ini adalah hakikat dari penghambaan sehingga siapa yang telah sempurna sifat ini, maka telah sempurna cintanya.

Ada sebuah kisah menarik, seorang pendidik di dunia pendidikan dan dia seorang ustadz, pada pagi sampai sore berada di kantor atau berada di ruangan atau kelas untuk mendidik para calon pendidik ataupun pendidik, kepala sekolah bahkan pengawas sekalipun, beliau saat ini bertugas di P4TK Bahasa, pada malam hari beliau pergi ke tempat yang mengundangnya untuk berceramah, orangnya tampan, putih berseri dan tulus senyumannya, dia adalah Ustadz. Dr. Ahmad Ghozi berasal dari Bekasi.

Pada suatu malam, dikabari oleh putra tercinta yang sedang mondok di sebuah pesantren terkenal yaitu Ponpes Darussalam Ciamis Jawa Barat, bahwa putranya tersebut terkena musibah yaitu tabrakan antara motor dengan motor, betapa paniknya sebuah keluarga yang mendapatkan berita tersebut, mau melihat dan menyelesaikannya sulit karena terkendala jarak lumayan jauh.

Akhirnya dia menelpon saya pukul 21.43 WIB sebagai peserta didiknya yang berada di Tasikmalaya (tempo hari mendapat anugrah untuk mengikuti short couse Cairo lewat jasa beliau), dengan cemasnya berkali-kali dia menelpon dan yang ketiga kalinya akhirnya terangkat dan terjawab apa yang beliau maksudkan.

Tidak menunggu lama, langsung saya berangkat ke Ciamis, padahal beliau menyuruh besok pagi harinya, sampailah di RSOP Ciamis sekira pukul 22.20, kemudian bincang-bicang dengan pihak keluarga, dan melihat putra Ust. Ghozi sedangkan pasen satu lagi sedang dalam operasi tulang. Singkat cerita berurusanlah dengan pihak keluarga dan pihak kepolisian.

Qadarullah semua urusannnya dimudahkan. Ternyata bila dirunut dari peristiwa tersebut, apa yang beliau lakukan?, nampaknya yang beliau lakukan pertama kali adalah komunikasi dengan Sang Khaliq dengan penuh kecintaan dan ikhlas menerimanya meski harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit atas kejadian tersebut.

Semoga dari kisah tersebut dapat diambil hikmahnya, karena kejadian tersebut adalah kisah nyata tanpa ada rekayasa.

Dengan mengetahui tingkatan-tingkatan dalam cinta, semoga dapat membuat kita lebih mencintai Allah lebih dari apapun, dan menempatkan cinta kita kepada Allah di tingkat penghambaan yang total. Menempatkan cinta kepada makhluk sesuai dengan tingkatannya dan tidak berlebihan yang membuat kita melalaikan kewajiban.