Tantangan Sekolah Berbasis Riset

Oleh Drs. Jenal Al Purkon, M. Pd.

Tantangan Sekolah BerbasisRiset (Bagian II)

(Sumber: Strategi FAST dalam Menumbuhkembangkan Budaya Riset Berkarakter-BEST PRACTICE-Diajukan untuk Mengikuti Pemilihan-Kepala SMA BerprestasiTingkat Nasional 2017)

Permasalahan Guru

Guru sebagai sumber daya kependidikan mempunyai peran yang signifikan dalam pendidikan. Begitu pula di SMA Al Muttaqin. Umumnya, guru SMA Al Muttaqin masih fresh graduate, rerata usia 20–30-an tahun. Sebagian kecil berusia di atas 40 tahun.

Kompetensi guru dengan latar belakang sesuai bidang keilmuan, dari total 44guru,  95% sudah sesuai. Mereka berasal dari jurusan kependidikan dan nonkependidikan, serta sesuai dengan mata pelajaran yang diampu.

Kondisi tersebut menjadi sebuah tantangan yang harus dikembangkan. Jika tidak mampu dilakukan tata kelola yang baik, hal ini akan menjadi sumber masalah. Sebaliknya, jika mampu dikelola dengan baik, tentu saja hal ini menjadi potensi yang mampu menggerakkan cita visi sekolah yang maksimal.

Permasalahan Peserta didik

Peserta didik di sekolah yang penulis pimpin memiliki latar belakang yang berbeda-beda. baik dari segi budaya, ekonomi, maupun kemampuan akademisnya.

Jika dilihat dari segi budaya, peserta didik SMA Al Muttaqin berasal dari daerah yang memiliki budaya yang beraneka ragam, yakni  kultur perkotaan dan pedesaan, kultur keagamaan keluarga yang ketat berbaur dengan kultur keagamaan yang longgar, dan sebagainya.

Namun, jika dilihat dari segi ekonomi, umumnya, peserta didik berasal dari keluarga yang memiliki taraf ekonomi tingkat menengah. Orang cukup berada di kampung. Sebagian kecil berasal dari keluarga kurang mampu.

Jika dilihat dari segi akademik, yakni sumber potensi peserta didik saat PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru), terdapat sejumlah peserta didik yang memiliki potensi akademik yang baik, seperti mantan juara OSN tingkat kota, 10 besar pararlel tingkat sekolah, sebagian memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik, serta terdapat pula siswa yang sudah memiliki potensi hafalan alquran sebanyak 1 hingga 10 juz. Mereka umumnya menjadikan SMA Al Muttaqin sebagai piliha pertama.

Selain itu, terdapat pula sumber potensi siswa memilih sekolah Al Muttaqin sebagai pilihan  kedua atau ketiga. Dengan kata lain, mereka tidak diterima di SMA negeri. Bahkan, ada yang menjadi siswa karena pilihan paksa orang tua. Mereka biasanya merupakan siswa yang tergolong biasa-biasa saja dalam prestasi akademik.

Kondisi ini merupakan tantangan bagi sekolah yang penulis pimpin untuk mampu menjadikan peserta didik tersebut memiliki kemampuan yang berkualitas. Heterogenitas perbedaan kultur dan potensi akademik, harus mampu diramu dengan baik dalam sejumlah program. Harapannya, ketika lulus, para stakeholder, khususnya siswa dan orang tua , merasakan kebermanfaatan sekolah di Al Muttaqin.

Keterbatasan Sarana Prasarana

Sarana prasarana sekolah merupakan salah satu faktor pendukung yang akan memudahkan upaya untuk mencapai prestasi. Idealnya, dengan terpenuhinya sarana prasarana di sekolah, hal ini akan memberikan dampak positif terhadap proses pembelajaran.

Selama ini, di SMA Al Muttaqin sarana dan prasarana belum memenuhi kriteria yang ideal, seperti laboratorium IPA. Hal ini ditandai dengan penggabungan sejumlah laboratorium, yakni laboratorium fisika digabung dengan kimia.

Sementara itu,  laboratorium bahasa masih tergabung dengan laboratorium komputer. Semua komputer dimultifungsikan sebagai perangkat untuk kebutuhan praktik bahasa asing. Akibatnya, laboratorium komputer menjadi laboratorium multimedia.

Penggabungan laboratorium ini disebabkan ruang KBM yang terbatas, sementara  peminat terus bertambah. Konsekuensinya, laboratorium komputer menjadi multifungjuga, yakni dipakai juga untuk ruang kelas.

Dari tiga komponen permasalahan yang dimiliki, yakni guru, siswa, dan sarana tersebut, sekolah harus tetap tumbuh berkembang menjadi lebih  baik dan unggul.  Sekolah punya cita, bagaimana melahirkan outcome/para lulusan yang memiliki jiwa riset/peneliti, mampu memecahkan problem-problem yang ada, dan kelak mampu berkontribusi bagi ummat dan bangsa masa depan, memiliki karakter yang baik, berakhlakul karimah.

MENDIDIK DENGAN CINTA ITU ASYIK

Oleh Aef Saefuloh, S.Pd., M.Pd.I

Pendidikan merupakan kebutuhan yang sangat mendesak bagi semua kalangan baik formal,informal mapun nonformal. Pendidikan menjadi faktor terpenting dan mempunyai tujuan mulia yaitu agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sudah seharusnya pendidikan ditempatkan dalam barisan terdepan dalam membangun suatu peradaban. Tapi, kerap terlupakan bahwa dalam membangun iklim Pendidikan yang mampu melahirkan generasi-generasi demikian membutuhkan guru yang profesional.

Yang Maha Kuasa telah menciptakan manusia dengan penuh kesempurnaan dan sebaik-baiknya, sebagaimana firmanNya dalam Q.S At Tin/95:4: لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ Tafsir Quran Surat At-Tin Ayat 4. Sungguh Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baik ciptaan dan seindah-indahnya rupa. Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) 1-6. Allah bersumpah dengan tin dan zaitun,keduanya termasuk buah buahan yang masyhur, Allah bersumpah Juga dengan gunung Thursina (Sinai) yang disana Allah berbicara kepada Musa alaihi salam secara langsung, Allah bersumpah Juga dengan negeri yang aman dari segala ketakutan (yaitu Makkah) tempat turunnya wahyu. Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik, kemudian Kami mengembalikannya ke neraka bila dia tidak patuh kepada Allah dan tidak mengikuti para rasul. Akan tetapi orang-orang yang beriman dan beramal shalih, mereka mendapatkan pahala besar yang tidak terputus dan tidak dikurangi.

Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya) Allah menciptakannya dengan tubuh yang tegak, sehingga dapat memakan makanannnya dengan tangan; dan Allah menciptakannya dengan kemampuan memahami, berbicara, mengatur, dan berbuat bijak, sehingga memungkinkannya menjadi khalifah di muka bumi sebagaimana yang Allah kehendaki.

Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, mudarris tafsir Universitas Islam Madinah Siapapun yang dapat mentadabburi firman Allah : { لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ } dia tidak akan berani untuk menghinakan manusia ciptaan Allah, dan tidak pula ia akan menghinakan setiap makhluk ciptaan Allah yang dipuji oleh-Nya.

Apa yang terjadi di lapangan mungkin karena keterbatasan ilmu yang didapat atau pengetahuan yang terbatas akhirnya mengatakan Tuhan ini tidak adil dengan gampangnya dia mengucapkan, padahal semua yang diciptakan olehNya tidak asal-asalan dan sia-sia.

Berarti siapapun orangnya baik orang tua maupun pengajar sekaligus pendidik bukan hanya transfer ilmu saja, melainkan ada tambahan lebih dalam tugas yaitu menyisipkan cinta dan menghadirkan di dalamnya dengan tujuan mempola keinginannya untuk menjadi berpengetahuan dan bertingkah laku yang baik (akhlakul karimah).

Mendidik dengan cinta, bermaksud untuk tidak mengklasifikasikan dalam mendidik anak baik di rumah maupun di sekolah atau tepatnya non formal maupun formal, melainkan akan menghadirkan yang spesial baik peserta didik yang berkebutuhan khusus ataupun tidak.

Pada dasarnya hak untuk mendapatkan pendidikan itu sama tidak ada perbedaan, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”, dengan demikian tidak ada alasan untuk lembaga pendidikan baik formal maupun informal untuk tidak melayani pendidikan kepada mereka.

Pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat (1) yang menegaskan “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Undang-undang inilah yang menjadi bukti kuat hadirnya pendidikan inklusi ditengah masyarakat.

Peraturan lain yang mendukung untuk keberlangsungan Pendidikan, antara lain :

  1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 32 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Pendidikan Khusus;
  2. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa;
  3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 72 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus; dan
  4. Peraturan Menteri Peraturan Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.

Pendidikan menjadi tanggungjawab dan kajian bersama, serta pemahaman umum bahwa pendidikan menjadi faktor terpenting dalam membangun kepribadian manusia. Di samping itu, dengan pendidikan pula sasaran yang ingin dicapai oleh sebuah peradaban akan bisa direalisasikan. Apalagi jika kita mengaca kepada dinamika yang berkembang dewasa ini, ketika semakin besar kerusakan datang menyapa, pendidikan menjadi komoditi utama. Pendidikan seakan menjadi sumber primer dan bahkan sebagai makanan pokok. Dalam perkembangan seperti sekarang ini, pendidikan mendapatkan perhatian yang besar. Akan tetapi, tidak bisa dipungkiri, jika pendidikan yang berkembang saat ini juga kerap menanggalkan dan meninggalkan para anak didik dalam kubangan pesimisme. Oleh karena itu, tidak jarang pula kita menyaksikan banyak anak didik yang merasa kesepian di tengah keramaian dan perkembangan zaman seperti yang terjadi sekarang ini.

Agenda pembangunan pendidikan suatu bangsa tidak akan pernah berhenti dan selesai. Ibarat patah tumbuh hilang berganti, selesai memecahkan suatu masalah, muncul masalah lain yang kadang tidak kalah rumitnya. Begitu pula hasil dari sebuah strategi pemecahan masalah pendidikan yang ada, tidak jarang justru mengundang masalah baru yang jauh lebih rumit dari masalah awal. Itulah sebabnya pembangunan bidang pendidikan tidak akan pernah ada batasnya. Selama manusia ada persoalan pendidikan tidak akan pernah hilang dari wacana suatu bangsa. Oleh karena itu, agenda pembangunan sektor pendidikan selalu ada dan berkembang sesuai dengan dinamika kehidupan masyarakat suatu bangsa.

Dalam upaya mewujudkan agenda tersebut maka dibutuhkan adanya kelancaran terhadap aspek-aspek pendukung lancarnya proses pembelajaran. Adapun salah satu aspek pendukung lancarnya proses pembelajaran adalah aspek pemenuhan kebutuhan psikologis (aktualisasi diri) yaitu kebutuhan akan cinta, pendekatan psikologis yaitu mengajak dan mengarahkan manusia untuk berpikir induktif dan deduktif. Guru sebagai faktor utama dalam pendidikan kurang memahami kebutuhan peserta didik akan kasih sayang. Guru seolah-olah tidak peduli dengan aspek psikologis siswa ketika mengajar sehingga timbul kesenjangan hubungan antara guru dan murid yang mengakibatkan terjadinya rasa bosan dan jenuh ketika guru mengajar. Guru juga dianggap sebagai monster yang menakutkan, siswa merasa takut ketika guru mulai membuka pelajaran.

Spiritualitas istilah yang sering didengar dan sirna dari permukaan, kata tersebut padahal sejuta makna yang dapat melahirkan cinta. Jangan seolah cinta selalu berakhir dengan penyesalan. Karena tugas cinta untuk manusia ialah menjaga keteraturan sebuah interaksi manusia dan dunia, hanya saja yang seringkali kita temukan, adalah manusia yang menempatkan cinta dengan salah. Karena tanda kehidupan modern, salah satunya kehilangan kekuatan spiritualitas (iman). Di sinilah perlu penguatan peran agama, pendidikan, keluarga, pemerintah, serta seluruh kelompok masyarakat saling merangkul sebagai tanda kekuatan bangsa kita, yang akan menguatkan akar-akar pondasi sistem budaya sehat dan menyehatkan yaitu sehat berfikir, sehat berdzikir dan sehat dalam beramal yang akhirnya dapat berfungsi menyehatkan segalanya dalam kehidupan yang walaupun sifatnya fana.

Generasi muda merupakan generasi emas yang akan menentukan keberlangsungan hidup bangsa beberapa tahun kedepan, sehingga generasi ini jangan sampai terjerumus bahkan sampai terjerembap kepada jurang yang berbahaya yang tidak diinginkan, sehingga kehadiran cinta pada generasi tersebut seolah tidak nampak dan tanpa daya, padahal dinantikan.

Berbuat baik kepada orang yang biasa berbuat baik kepada kita, bukanlah perbuatan yang luar biasa, melainkan perbuatan biasa saja, yang akan menjadi luar biasa bila kita berbuat baik kepada orang yang telah berbuat jahat kepada kita, hal ini selaras dengan perkataan Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Ja’far Qadi Ar-Ray, telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far Ar-Razi, dari Al-Mugirah, dari Asy-Sya’bi yang mengatakan bahwa Isa putra Maryam pernah berkata, “Sesungguhnya kebaikan yang hakiki ialah bila kamu berbuat baik terhadap orang yang berbuat jahat terhadap dirimu, dan bukanlah kebaikan yang hakiki itu bila kamu berbuat baik kepada orang yang telah berbuat baik kepadamu.” Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui“.

Kebaikan dan cinta pun akan muncul dengan sendirinya alias reflek dalam kehidupan, Kita tidak sendiri, menikmati hidup di negara yang majemuk oleh keragaman, juga persoalan. Peserta didik yang “nakal” salah satunya, dia adalah bagian dari manusia juga yang mengenal cinta pada tiap pencarian identitas dirinya. Sayangnya, banyak orang mendefinisikan mengenai cinta, merasai, menikmati, menghayati, hingga yang dicapai bukanlah cinta yang sejati atau yang membenarkan. Tapi terlalu basah, hingga jika terkilir sedikit saja cinta dapat merubah madu menjadi bisa.

Upaya untuk meluruskan cinta dalam mendidik itu, penulis mencoba menawarkan alternatif untuk mempertahankan madu tersebut melakukan tindakan preventif, yang diharapkan menjadi penawar sebelum bisa menjalar luas di kemudian hari.

Budaya Riset Berkarakter SMA Al Muttaqin

Oleh Drs. Jenal Alpurkon, M.Pd.

SMA Al Muttaqin merupakan sekolah yang menggabungkan konsep fullday school dan berasrama sehingga  memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan sekolah pada umumnya.

Peserta didik yang memilih program fullday adalah yang berasal dari dalam kota, sedangkan yang memilih program asrama pada umumnya berasal dari luar kota, seperti dari Jawa Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Sumatera Selatan.

Dua program sekolah tersebut memunculkan dinamisasi tersendiri dalam mewujudkan penegakkan disiplin peserta didik atau peningkatan karakter akhlakul karimah.

Bagi peserta didik yang tinggal di asrama, pola budaya pesantren bisa diterapkan. Aktivitas rutin terpadu dari mulai bangun tidur, bersekolah, belajar muatan keagamaan, hingga tidur. Berbagai  program tersebut terkondisikan dalam kurikulum pesantren. Sementara itu, bagi yang tidak di asrama, pola pembiasaan akhlakul karimah hanya bisa diterapkan pada jam selama KBM.

Ada dua kondisi yang menyertai dari dua pilihan program sekolah tersebut. Bagi yang berasrama atau pesantren, peserta didik sering merasa jenuh. Sebabnya, lingkungan yang terbatas menjadi permasalahan sehingga peserta didik bolos tidak KBM.

Selain itu, beban yang dirasa berat atas ketercapaian target program asrama. Hal ini  tidak jarang membuat peserta didi kabur, melakukan tindakan-tindakan yang negatif, atau kegiatan lainnya yang jauh dari harapan atau tujuan sekolah. Ssementara itu, untuk peserta didik fullday, pola interaksi dengan dunia luar yang dominan dibawa ke sekolah. Sejumlah peserta didik merasa jenuh dengan system fullday.

Sejak 2011 penulis telah tiga periode menjabat sebagai kepala sekolah. Penulis memiliki tanggung jawab yang besar untuk menjadikan SMA Al Muttaqin menjadi sekolah yang berkualitas. Sekolah yang berkualitas dicirikan dengan peserta didiknya yang berkarakter akhlak mulia dan lulusannya banyak yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi.

Untuk itu, penulis telah mencanangkan salah satu ikon unggulan, yakni sekolah riset. Hal ini sesuai dengan cita visi dan misi sekolah. SMA Al Muttaqin, yakni menjadi sekolah unggul dan terdepan di Jawa Barat dalam akhlak mulia dan  menjadi outcome perguruan tinggi unggulan,

Guna mencapai hal tersebut tidaklah mudah. Apalagi, tantangan era teknologi informasi (Revolusi Industri 4.0) yang menuntut peserta didik memiliki kompetensi di berbagai bidang (Society 5.0). Berbagai  strategi atau langkah-langkah yang cocok dengan kondisi dan keadaan para peserta didik perlu disiapkan. Penulis berpandangan bahwa peserta didik adalah komponen utama sekolah yang harus dikembangkan dan diperjuangkan. (3/11)

Model Soal Asesmen

Oleh Nizar Machyuzaar

AMQ Lovers, Pemerintah, melalui Kemdikbud, akan melakukan evaluasi atas penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Ada pergeseran sudut pandang evaluasi yang dilakukan Kemdikbud, yaitu dari tes evaluatif seperti pada penyelenggaraan Ujian Nasional atau UN (menguji apa yang telah dipelajari) ke tes prediktif seperti yang akan diselenggarakan pada Asesmen Nasional (AN) pada bulan Maret 2021 nanti (menguji apa yang akan dipelajari).

Meski diniatkan sebagai survei atas penyelenggaraan pendidikan, hasil AN menjadi bahan evaluasi Kemdikbud dalam menentukan konsep pendidikan ke depan. Selain itu, hasil AN, yang juga mengikutsertakan guru dan kepala sekolah, dapat menjadi umpan balik bagi setiap satuan pendidikan (sekolah) untuk menilai ketercapaian visi dan misi sekolah dan mengambil kebijakan strategis dalam pelaksanaan pembelajaran. Yang menarik, hasil AN juga dapat menjadi data graduatif dan kualitatif atas klasifikasi sekolah.

Selain itu, AMQ Lovers, dari segi materi uji, sebagai contoh di tingkat SMA/SMK, tes evaluatif UN berdasar pada kompetensi mata ajar yang mendasari rumpun keilmuan yang diminati peserta didik, yakni peminatan Matematika dan Ilmu Alam, peminatan Ilmu sosial, dan  peminatan Bahasa dan Budaya. Sementara itu, untuk AN, materi uji menyertakan dua materi yang tidak berdasar pada materi ajar atau kurikulum dalam peminatan  rumpun keilmuan peserta didik. AN menyertakan materi uji yang mendasari semua mata ajar yang diselenggarakan di sekolah, yaitu kemampuan memahami teks (literasi dasar baca-tulis) dan kemampuan memahami operasi hitung dasar angka (literasi menghitung atau numerasi). Berikut adalah bagan konsep AN.

Sumber https://pusmenjar.kemdikbud.go.id

Literasi dan numerasi ini menjadi kecakapan dasar siswa yang harus dikuasai sehingga peserta didik dapat memahami dengan cepat dan tepat, bahkan dapat menemukan sisi aplikatif dan solutif atas apa pun keilmuan yang dipelajari. Atas dasar ini, pemerintah membuat istilah Asesmen Kompetensi Minimum yang menyasar siswa kelas V SD, VIII SMP, dan IX SMA/SMK.

Dalam laman https://pusmenjar.kemdikbud.go.id AKM dijelaskan sebagai berikut, “Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) merupakan penilaian kompetensi mendasar yang diperlukan oleh semua murid untuk mampu mengembangkan kapasitas diri dan berpartisipasi positif pada masyarakat. Terdapat dua kompetensi mendasar yang diukur AKM, yaitu literasi membaca dan literasi matematika (numerasi). Baik pada literasi membaca maupun numerasi, kompetensi yang dinilai mencakup keterampilan berpikir logis-sistematis, keterampilan bernalar menggunakan konsep dan pengetahuan yang telah dipelajari, serta keterampilan memilah serta mengolah informasi. AKM menyajikan masalah-masalah dengan beragam konteks yang diharapkan mampu diselesaikan oleh murid menggunakan kompetensi literasi membaca dan numerasi yang dimilikinya.”

Harapannya, ketika mereka naik ke tingkat terakhir, sekolah dapat membuat strategi pembelajaran yang dibutuhkan peserta didik setelah mempelajari pemetaan hasil AKM. Selanjutnya, dalam laman tersebut dinyatakan tujuan AKM sebagai berikut, “AKM dimaksudkan untuk mengukur kompetensi secara mendalam, tidak sekedar penguasaan konten. Literasi membaca didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami, menggunakan, mengevaluasi, merefleksikan berbagai jenis teks tertulis untuk mengembangkan kapasitas individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia serta untuk dapat berkontribusi secara produktif kepada masyarakat. Numerasi adalah kemampuan berpikir menggunakan konsep, prosedur, fakta, dan alat matematika untuk menyelesaikan masalah sehari-hari pada berbagai jenis konteks yang relevan untuk individu sebagai warga Indonesia dan warga dunia.”

Selain itu, dalam laman tersebut dipaparkan juga komponen materi uji AKM yang meliputi tiga materi uji, yakni (1) literasi membaca teks informasi, (2) literasi membaca teks fiksi, dan (3) literasi menghitung atau numerasi. Secara rinci ketiga komponen tersebut dipaparkan dalam tabel berikut ini.

Nah, AMQ Lovers, Kita harus mempersiapkan diri untuk menghadapi AKM yang direncanakan pelaksanaannya pada bulan Maret 2021. Semua stakeholder di satuan pendidikan, yakni sekolah mulai dari SD, SMP, SMA/SMK akan menjawab soal-soal AKM sebagai program survei Kemdikbud untuk evaluasi pelaksanaan pembelajaran di Indonesia. (NZ)

Ada Apa dengan Asesmen

Oleh Nizar Machyuzaar

AMQ lovers, Pemerintah melalui Kemdikbud membuat kebijakan baru. Ujian Nasioal (UN) ditiadakan. Penggantinya Asesmen Nasional (AN). Pelaksanaanya menyasar tingkat V SD, VIII SMP, dan XI SMA/SMK. Tujuannya memberi gambaran atas capaian pelaksanaan pembelajaran di sekolah di tingkat akhir, yakni kelas VI SD, IV SMP, dan XII SMA/SMK. So, sekolah dapat melakukan evaluasi di tingkat akhir peserta didik dalam menyelesaikan pembelajarannya.

 

AMQ Lovers, Kebijakan baru ini tidak hanya diikuti siswa, tetapi juga guru dan kepala sekolah. Dengan AN ini pemerintah melakukan survei di lingkungan satuan pendidikan (sekolah). Hasilnya akan dijadikan evaluasi atas penyelenggaraan pendidikan dari tingkat satuan pendidikan, daerah, sampai nasional. Meski diniatkan sebagai survei pemetaan, tampaknya pemerintah akan mengolah hasil AN dalam klasifikasi kualitas sekolah. Hal ini tentu bagus untuk memacu kinerja sekolah dalam memberika pelayanan pendidikan.

 

Lalu, materi apa yang diujikan AN? AMQ Lovers, laman resmi Kemdikbud memberi kisi-kisi materi uji AN yang disebut kompetensi minimum, yakni kompetensi dasar dalam membaca (literasi) dan menghitung (numerasi). Dua kompetensi dasar ini dapat menjadi modalitas peserta didik, guru pengampu pelajaran, dan kepala sekolah dalam memproduksi dan mengonsumsi teks, terutama informasi di internet (konten). Apalagi, Revolusi Industri (RI) 4.0 mengarah pada digitasi dan digitalisasi informasi. Dengan kata lain, prasyarat literasi dasar (baca-tulis) dan literasi menghitung (numerasi) menjadi modal kita dalam berinteraksi dalam literasi sains (ilmu pengetahuan), literasi finansial (keuangan), literasi digital (teknologi informasi), dan literasi budaya dan kewargaan (interaksi sosial dan budaya).

 

AMQ Lovers, hal ini menandai perubahan pola hidup mekanis ala RI 4.0 yang mereduksi nilai kemanusiaan ke kesadaran baru. Sebuah kesadaran akan pentingnya kembali berinteraksi dengan alam dan sesama. Kecanggihan teknologi hanya menjadi alat kita bereksistensi dan berkarya dalam hidup. Sebab, kita adalah warga sah sebuah bangsa (citizen), bukan hanya warga media sosial (netizen). Kesadaran baru ini sering kita sebut dengan era society 5.0. (22/10/20-NK).

Pola Berpikir Menyamping dalam Asesmen Kompetensi Minimum

Pola Berpikir Menyamping dalam Asesmen Kompetensi Minimum

Oleh Nizar Machyuzaar

Berpikir Lateral (Bagian I)

AMQ lovers, di tahun 1967 ada sebuah buku yang menarik untuk kita ulas. Buku yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia  oleh Binarupa (Jakarta,1991) ini berjudul The Use of Lateral Thinking ‘Penggunaan Berpikir Lateral’. Penulisnya adalah seorang psikolog bernama Edward De Bono. Buku yang sampai sekarang masih relevan dipelajari ini berbicara tentang bagaimana memaksimalkan kinerja otak. Apalagi, dalam kajian psikologi pendidikan, buku ini menjadi salah satu referensi klasik untuk mendesain pembelajaran yang menempatkan partisipan pembelajaran, baik guru maupun murid, sebagai subjek-yang-mengetahui.

Seperti kita ketahui, AMQ lovers, dalam kehidupan sehari-hari kegiatan berpikir dapat berhubungan dengan abstraksi atas pengalaman nyata atau khayal. Kegiatan berpikir yang menggunakan  prinsip, hukum, atau dalil untuk memperoleh pengetahuan dengan benar kemudian lebih dikenal dengan istilah bernalar.   Jadi, tidak semua kegiatan berpikir dengan semestinya adalah bernalar. Berpikir dengan menggunakan hukum berpikir yang disepakati kebenarannya yang kemudian disebut dengan bernalar. Peletak dasar hukum berpikir, kita tahu, sudah ada sejak 4 abad SM, yakni tiga serangkai guru-murid bernama Socrares, Plato, dan Aristoteles.

Demikianlah kita mengenal nalar dan proses berpikir dengan nalar (penalaran). Kita mengenal pengetahuan ini dengan istilah filsafat yang menjadi induk semang pengetahuan universal dengan berbagai objek kajian yang kita sebut dengan ilmu. Kita mengenal terapan atas hukum-hukum universal itu dengan nama teknologi dan seni. Ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni menjadi lokus sejarah pengetahuan manusia dalam memahami diri dan lingkungannya.

Namun demikian, warisan berpikir yang ketat dan logis-positivistik ini sering mengalami kebuntuan dalam memecahkan permasalahan hidup, bahkan mungkin dalam perkara sepele. Kenyataan ini yang menginspirasi buku ini ditulis. Bono mengenalkan dua konsep (baca: pola atau cara) berpikir, yakni berpikir vertikal dan berpikir lateral. Pola berpikir vertikal adalah pola berpikir logis konvensional yang selama ini kita kenal dan umum dipakai. Pola berpikir ini dilakukan secara tahap demi tahap berdasarkan fakta yang ada. Tujuannya mencari berbagai alternatif pemecahan  masalah.  Harapan akhirnya,  kita bisa memilih  alternatif  yang   paling   mungkin menurut logika normal (deduksi dan induksi). AMQ Lovers, kita mengenal pola berpikir ini dengan prosedur deskripsi, analisis, dan interpretasi atas objek atau pengalaman (logika induksi) dan (hipo)tesis, argumentasi, deskripsi (logika deduksi).

Sementara itu, pola berpikir lateral tetap menggunakan prosedur induksi atau deduksi. Sebagai contoh, dalam prosedur induksi, deskripsi dilakukan untuk mengenali  objek, analisis dilakukan untuk mengelompokkan bagian-bagian objek berdasarkan persamaan dan perbedaan, dan interpretasi dilakukan untuk menarik pernyataan generatif atau  sebagai pemecahan masalah sesuai dengan hasil akhir yang diinginkan. Namun, berpikir lateral, secara kreatif (dengan loncatan acak melampaui cara berpikir tahap demi tahap) berusaha mencari alternatif pemecahan masalah dari berbagai sudut pandang yang paling mungkin mendukung hasil akhir tersebut. Tidak mengherankan jika pola berpikir lateral sering muncul dalam berbagai penemuan baru dan terobosan dalam ilmu pengetahuan.

Bono menganggap bahwa kedua pola berpikir ini ekuivalen dengan (1) kemampuan kognitif yang inhern dimiliki kita sebagai seperangkat pengetahuan yang melekat pada diri dan (2) keterampilan berpikir dengan atau tanpa kesadaran untuk ke luar dari pola berpikir yang melekat pada diri (thingking out of the box). Yang menarik, berpikir lateral yang sejajar dengan keterampilan berpikir, bagi Bono, adalah daya berpikir yang bisa dibentuk dan dilatih dengan kesadaran dan pembiasaan. Dengan kata lain, AMQ Lovers, daya kreativitas kita dalam berpikir pun dapat dibentuk dan dilatih. (NZ/31/10)

SMA ALMUTTAQIN Bagikan Sembako ke Warga Dampak Covid 19

TASIKMALAYA—Dompet Dhuafa Jabar dan SMA Al Muttaqin Tasikmalaya menjalin kolaborasi kebaikan membagikan sembako kepada warga Tasikmalaya dan sekitarnya terdampak wabah Covid-19, Selasa (19/5). Aksi ini dilaksanakan dalam upaya menjaga ketahanan pangan khususnya kepada warga dhuafa dalam menghadapi wabah Covid-19.

Wabah virus Corona atau Covid-19 yang melanda Indonesia tidak hanya mengancam kesehatan masyarakat. Imbas lain yang dirasakan adalah kondisi ekonomi masyarakat lesu. Banyak masyarakat kelompok kecil seperti pedagang kecil atau pekerja harian mendapatkan kesulitan karena menurunnya pesanan atau pembeli.

“Wabah Covid-19 ini berpengaruh ke kondisi ekonomi sebagian masyarakat. Terutama kaum dhuafa. Kini kondisi mereka semakin sulit. Kita harus turut serta membantu mereka,” ungkap Manager Fundraising & Komunikasi Dompet Dhuafa Jabar, Yogi Achmad Fajar.

Yogi pun mengapresiasi SMA Al Muttaqin Tasikmalaya atas kolaborasi kebaikan yang dilakukan bersama Dompet Dhuafa Jabar. Menurutnya, kondisi sekarang diperlukan banyak kolaborasi dari berbagai pihak untuk membantu sesama yang kesulitan.

“Inisiatif kebaikan dari seluruh civitas akademika SMA Al Muttaqin Tasikmalaya ini semoga menginspirasi pihak-pihak lain untuk terlibat dalam kepedulian terhadap sesama yang kesulitan karena wabah Covid-19,” terang Yogi.

Kepala SMA Al Muttaqin Tasikmalaya, Jenal Al Purkon menuturkan aksi kebaikan ini adalah kontribusi semua civitas akademika. Semua terlibat untuk berbagi di momen bulan Ramadhan ini mulai dari guru, siswa, hingga orang tua siswa.

“Kepada siswa dan para orang tua siswa SMA Al Muttaqin yang telah menyisihkan sebagian rezekinya untuk disalurkan melalui pihak sekolah dan Dompet Dhuafa Jabar, saya ucapkan terima kasih. Semoga menjadi amal soleh dan dibalas oleh Allah SWT dengan yang berlipat ganda. Amin,” kata Jaenal.

Jaenal pun berharap aksi kepedulian seperti ini tidak berhenti sekali, namun bisa rutin dilakukan. Agar semakin banyak orang terbantu.

“Kami berharap melalui bantuan ini dapat sedikit meringankan beban warga Tasikmalaya yang kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di tengah wabah Covid-19,” pungkas Jaenal.

Wagub Uu Apresisasi ASC di SMA ALMUTTAQIN

Kegiatan tahunan yang biasa diadakan oleh Peserta Didik SMA ALMUTTAQIN Kota Tasikmalaya berupa ASC (Almuttaqin Students Challange) diapresiasi oleh Wakil Gubernur Jawa Barat, sebagai suatu ajang melatih peserta didik dalam hal kepemipinan serta berwirausaha.

“ASC sangat bagus karena melatih siswa-siswi berwirausaha. Mereka memamerkan banyak produk. Mulai dari berjualan angkringan, sate, dan lain-lain. Itu kan kontekstual,” kata Uu di SMA Al Mutaqqin, Kota Tasikmalaya, Rabu (22/1/20).

Menurut Uu, di ASC, peserta mendapatkan materi kewirausahaan dari pakarnya, juga ada lomba-lomba tentang kewirausahaan. Kegiatan ini sangat bagus untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang kewirausahaan.

“Saya berharap, anak-anak mampu menyeimbangkan teori yang diterima dan aplikasi di lapangan serta mengetahui bagaimana kerja tim dilakukan,” kata Uu.

Menurut Uu, Yayasan Al Mutaqqin memiliki visi misi yang serupa dengan Jabar, yakni Juara Lahir Batin. Sebab, akhlak, moral, dan akidah pelajar menjadi atensi Yayasan Al Mutaqqin.

“Yang dipelajari bukan hanya pendidikan yang bersifat duniawi, seperti matematika, fisika, dan lainnya, tapi juga belajar akidah, moral dan akhlak. Itu sejalan dengan visi Jabar Juara Lahir dan Batin,” katanya

“Karena kalau memiliki ilmu pendidikan tanpa dibarengi akhlak itu akan hampa dan kosong,” ucap Uu mengakhiri.

 

Sumber :

https://nasional.tempo.co/read/1298475/wagub-uu-apresiasi-kegiatan-al-mutaqqin-students-challenge

https://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2020/01/22/al-mutaqqin-students-challenge-diapresiasi-wagub-jabar/

Kepala SMA Al Muttaqin Diundang SEAMEO Training Course On Science Classroom Supervision

Kepala SMA Al Muttaqin Fullday School Kota Tasikmalaya, Drs. Jenal Al Purkon, M.Pd.  diundang SEAMEO QITEP in SCIENCE (organisasi kementrian pendidikan ASEAN) untuk mengikuti Training Course  On Science Classroom Supervision. Kegiatan diikuti 22 Kepala Sekolah terpilih se Indonesia.

Kegiatan tersebut dilaksanakan SEAMEO dilatarbelakangi tantangan pendidikan semakin komplek, pendidikan harus mengembalikan dan/atau mengubah paradigmanya dalam menyelenggarakan layanan pendidikan dan pembelajaran. Dunia Pendidikan, dalam hal ini sekolah, harus mampu membentuk dan membekali peserta didiknya dengan kecakapan abad 21.

Pada abad 21 ini telah terjadi lompatan-lompatan besar (Big Leap) dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ini sudah tidak lagi mengikuti deret hitung, tetapi telah mengikuti deret ukur yang terkadang sulit untuk diprediksi.  Hal ini disinyalir akan terjadi terus menerus seiring dengan inovasi yang terus dilakukan.

Begitupun tantangan-tantangan yang dihadapi dunia pendidikan pada abad 21 yakni (1) Pergesaran Paradigma Pendidikan, (2) Penyiapan kompetensi Sumberdaya manusia abad 21 (Comunication, ceratvity, critical thinking, colaboratif), (3) Tantangan profesi masa depan yang tidak bisa diprediksi. Perkembangan teknologi yang demikian pesat menyebabkan pendidikan membutuhkan input yang lebih besar supaya bisa menyesuaikan dengan asupan teknologinya.

Ada lima prinsip kebangkitan pendidika abad 21,  (1) tidak boleh menjadi penjara yang membelenggu potensi siswa, (2) tidak boleh membungkam rasa ingin tahu, (3) tidak boleh memodelkan berbuat curang, (4) tidak boleh lagi mengenal diskriminasi dan (5) mengupayakan terciptanya budaya belajar Menghadapi tantangan tersebut, selama delapan hari para kepala sekolah dibekali SEAMEO  berbgai materi antaranya:  Education Quality Assurance System in Schoolo (Policy), Ttrend and Issu in global Education, Acadenik  science Classroom Supervision dll.

Training Course  On Science Classroom Supervision yang berlangsung 14 s,d 21 Oktober 2019 itu, membekali kepala sekolah untuk kegiatan supervisi akademik. Kunci dari kualitas proses KBM adalah dari supervise akademik yang baik. Pada supervise ini, Kepala sekolah memotret beragam metodelogi KBM yang pas buat peserta didik oleh para guru. Salah satu model supervisi yang diajarkan oleh SEAMEO adalah supervisi untuk mata pelajaran IPA. Mapel ini mempunyai kehasan  yaitu hakekat pembelajaran IPA, hakikat IPA sebagai sebauah proses dan hakikat IPA sebagai produk  ***. (Ed AMQ01-02)